Selasa, 08 November 2016

Hanya Ada Satu Alasan #Bagian2

Anita…
Dia gadis bertubuh sedang, tidak begitu tinggi, bermata tajam, betubuh proporsional dengan rambut lurus terurai panjang. Dia adalah seorang gadis kecil yang pendiam. Tipe orang yang tidak senang berbicara basa-basi. Memang diakui kemampuannya untuk berbicara dengan orang lain tidaklah semahir teman-temannya. Ia bisa dibilang orang yang introvert. Jika temannya begitu mudah berinteraksi dengan orang yang baru mereka kenal maka dia tidak seperti itu. Dia tidak akan mendahului pembicaraan jika orang lain tidak mengajaknya bicara. Anita mempunyai paras yang lumayan cantik, juga kemampuan otaknya yang lebih dari standar untuk bersaing di sekolahnya. Ia kini duduk di bangku kelas 3 SMA. Itulah yang membuatnya lumayan dikenal teman satu angkatannya bahkan adik-adik kelasnya. Dengan cara itu ia berinteraksi dengan teman sebaya yang mungkin bertanya soal pembelajaran atau seseorang yang mungkin hanya memuji perihal dirinya. Ya, perihal kecantikannya.

Randy…

Dia adalah laki-laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang, berpostur tegap dan agak kurus, berambut keriting, bermata sendu, bibirnya mungil dengan kumis tipis. Dia satu angkatan dengan Anita namun berbeda kelas. Bulu matanya yang lentik sering kali dibincangkan orang-orang. Dia lumayan terkenal di sekolahnya. Ia mahir sekali dalam mengayunkan bola basket. Seakan sudah menjadi bagian dari hidupnya, ia tak bisa belagak cuek jika ada yang sedang bermian basket di lapangan depan kelasnya. Tangannya yang meliuk-meliuk membuat para gadis mengaguminya. Selain itu, dia juga aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Salah satunya adalah kegiatan drumband. Itulah yang membuatnya banyak disegani oleh orang-orang di sekolah itu. Tak sedikit juga yang menaruh hati padanya. Berbeda dengan Anita, Randy adalah anak yang mudah bergaul. Ia mempunyai banyak kenalan di sekolahnya. Ia juga kenal dengan banyak siswa dua angkatan setelahnya. Inilah yang menjadi salah satu problematika percintaannya.




Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu…

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang membuatnya tiada…


R
abu pagi itu udara memang agak panas. Hari ini tepat tanggal 22 September 2010, hujan yang biasanya turun, kali ini nampak hanya bergelayut di atas awan-awan. Sekarang memang sedang memasuki musim penghujan di daerah tempatku tinggal. Musim dimana para petani bersemangat pergi ke sawah dan ladang. Musim hujan adalah waktu yang tepat untuk menanam padi dan tumbuhan lain entah itu sayur-mayur atau palawija. Pagi ini saat sedang istirahat pertama tepat pukul 09.00, aku dan teman-temanku berlatih memainkan seruling di dalam kelas untuk persiapan ujian praktik sekolah yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Sebelumnya, Bu Atik guru pembimbing mata pelajaran seni musik, meminta kami untuk membuat kelompok yang beranggotakan 7 orang. Kami diberikan kebebasan untuk memilih lagu nasional dan mengaransemen lagu tersebut sesuai dengan keinginan kami. Aku memilih memainkan seruling karena aku pikir itu tidak terlalu sulit untuk aku coba memainkannya. Lagi pula, daripada bermain pianika aku lebih tertantang untuk memainkan seruling. Di rumah aku mempunyai piano milik ayahku yang sedari muda telah ia rawat. Kondisinya masih apik dan masih sangat layak untuk digunakan. Di rumah aku sering memainkannya berasama ayahku. Beliau senang sekali mengajari anak-anaknya bermain musik, apalagi bermain piano kesayangannya. Setelah mencoba mengaransemen lagu, semua anggota kelompokku berkumpul dan mulai berlatih memainkan nada-nada tersebut. Pada awalnya permainan kami memang terdengar sedikit kacau. Bak burung yang sedang ramai riuh berkicau, nada kami memang terdengar seperti itu, bersahut-sahutan, riuh, tanpa irama barangkali, telinga pun mungkin akan menutupkan daunnya jika dapat. Sangat sengau sekali didengar. Namun setelah lama kami mencoba menemukan nada yang tepat untuk kami gabungkan, nada-nada itu menjadi alunan musik yang amat mengasikkan. Entah mengapa rasanya seperti ada yang menyentak di relung hatiku. Kami memilih lagu nasional dengan judul “Tanah Airku”. Lagu nasional yang kami pilih membuat jiwa muda-mudi seperti kami menjadi terenyuh mengingat bagaimana dahulu para pahlawan nasional berjuang untuk negara ini. Bertumpah darah, bersatu padu dalam membela tanah air.
          Bel panjang tanda istirahat telah berbunyi. Bu Atik keluar diikuti beberapa anak yang ingin pergi ke kantin, kamar mandi, atau mungkin kelas lain, sementara aku dan beberapa temanku lebih memilih untuk tetap di kelas memainkan alat musik  yang kami bawa. Kami mulai senang memainkan alat musik ini, masih terenyuh dengan lantunan lagu yang kami mainkan. Rasanya terlihat sangat hebat saat kami mainkan.
          Di luar terlihat segerombolan teman sekelasku dan beberapa anak kelas lain yang sedang bermain-main. Mereka terdengar asyik sekali. Mendengar ada yang memanggil, temanku Intan berdiri melihat ke luar jendela. Aku melihat ada salah satu anak laki-laki yang sepengetahuanku dia adalah anak kelas lain yang aku sendiri tidak tahu siapa dia. Yang aku lihat, dia bertubuh tinggi, berambut keriting, berbulu mata lentik, berkulit sawo matang, “aaah tak begitu penting”, kataku dalam hati. Aku kembali memainkan serulingku sendirian karena beberapa temanku telah pergi ke kantin sekolah. Hanya tinngal aku dan Intan yang memilih untuk berada di dalam kelas. Aku merasa mulai jenuh dengan kesendirianku. Aku pun menyusul Intan yang sedari tadi masih saja berdiri di dekat jendela depan kelas. Ternyata dia sedang asyik mengobrol dengan anak laki-laki itu.
          Ketika SMA aku adalah anak yang sangat pemalu. Aku sama sekali tidak berani menimbrung pembiacaraan orang lain, termasuk pembicaraan Intan dan anak laki-laki itu. Aku hanya mendengarkan sedikit dan sesekali belagak cuek. Entah karena apa anak laki-laki itu terus saja memandangiku dengan penuh rasa penasaran. Aku melihat matanya selalu tertuju padaku sedangkan bibirnya masih saja mencelotehkan sesuatu pada Intan. Mungkin dia heran dengan siapa aku yang baru di lihatnya akhir-akhir tahun pelajaran ini.
       Ya sebentar lagi kami semua akan menghadapi pertempuran yang akan menentukan kemana masa depan kami akan berlanjut. Sungguh aku tak pernah menyangka  begitu cepatnya perjalananku di Sekolah Menengah Atas ini. Rasanya baru sesaat seragam putih abu-abu yang aku kenakan aku dapatkan. Rasanya baru sebentar pula aku bertemu dengan teman-temanku, bertemu dengan orang-orang yang baru aku temui akhir-akhir ini. Dengan anak laki-laki itu pula yang aku sendiri belum tahu betul namanya, bahkan di berada di kelas apa pun aku tidak tahu. Padahal sudah hampir tiga tahun aku berada di sekolah ini. Tetapi, seolah-olah semuanya baru terlihat. Banyak sekali yang belum aku tahu betul di sini. Atau mungkin kini kala rotasi dan revolusi bumi telah berputar lebih cepat? Entahlah…
       Bagiku ini bukanlah saat yang tepat untuk bermain-main. Ini bukan waktu bagi anak TK yang setiap harinya hanya diisi dengan canda-canda ketika memainkan ayunan, bermain perosotan, ataupun anak SD yang masih suka bermain kelereng untuk mengisi waktu luangnya. Dewasa ini aku harus lebih berusaha membagi waktuku dalam belajar dan bermain. Sebisa mungkin aku gunakan waktuku di rumah untuk kembali mengulas buku-buku detik-detik Ujian Nasional. Hampir aku tidak mempunyai waktu untuk bermain-main dengan teman-temanku. Dahulu, setiap hari Sabtu kami meluangkan waktu untuk bermain ke rumah salah satu di antara kami. Sehingga kami menjadi akrab dengan keluarga satu sama lain di antara kami. Namun tidak untuk sekarang, kami harus rajin belajar, kami harus meninggalkan kegiatan kami yang tidak bermanfaat.
       Sekarang kami telah memulai beberapa program yang telah disiapkan oleh Bapak kepala sekolah untuk menghadapi Ujian Nasional, seperti tes uji coba usai KBM, pembahasan soal-soal ketika pagi hari, dan SCS (Study Club in School) yang akan di laksanakan pada bulan November mendatang. Kami sangat antusias dengan kegiatan tersebut. kegiatan ini sudah pernah  dilaksanakan di tahun ajaran sebelumnya dan akan dilaksanakan kembali pada tahun ajaran kami dan akan terus di laksanakan pula di tahun-tahun berikutnya. Uniknya SCS ini hanya ada di sekolahku. Aku bangga karena kegiatan positif ini ternyata telah menjadi perbincangan hangat di sekolah- sekolah lain. Kegiatan ini juga dimuat dalam salah satu surat kabar di daerah tempatku besekolah. Dalam sekejap sosok seorang Bapak Munajat selaku kapala sekolah kami menjadi sorotan publik dan masyarakat penikmat berita. Dalam penuturan beliau saat wawancara, SCS adalah salah satu program yang boleh juga dibilang tersukses yang pernah beliau laksanakan. Anak-anak juga menantikan program tersebut dengan sangat antusias. Kami sangat mendamba-dambakan program tersebut, seperti apa program itu akan dilaksanakan. Sepertinya kegiatan ini akan sangat menumbuhkan semangat kekeluargaan di antara kami. Karena nantinya kami akan bersama-sama dalam berbagai hal selama satu hari penuh di sekolah. Tidur bersama, makan bersama, beribadah bersama, belajar bersama, menghadapi uji coba kemampuan bersama, segala hal kami lakukan  bersama-sama. Inilah saat yang tepat untuk mengenal satu sama lain. Saat yang tepat untuk memberikan kesan yang terbaik pada orang-orang sekitar. Saat yang baik untukku mengukir masa-masa terakhirku di sekolah ini, mengukir kenangan yang indah bersama keluarga baruku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar