Anita…
Dia gadis
bertubuh sedang, tidak begitu tinggi, bermata tajam, betubuh proporsional
dengan rambut lurus terurai panjang. Dia adalah seorang gadis kecil yang
pendiam. Tipe orang yang tidak senang berbicara basa-basi. Memang diakui
kemampuannya untuk berbicara dengan orang lain tidaklah semahir teman-temannya.
Ia bisa dibilang orang yang introvert. Jika temannya begitu mudah berinteraksi
dengan orang yang baru mereka kenal maka dia tidak seperti itu. Dia tidak akan
mendahului pembicaraan jika orang lain tidak mengajaknya bicara. Anita
mempunyai paras yang lumayan cantik, juga kemampuan otaknya yang lebih dari
standar untuk bersaing di sekolahnya. Ia kini duduk di bangku kelas 3 SMA.
Itulah yang membuatnya lumayan dikenal teman satu angkatannya bahkan adik-adik
kelasnya. Dengan cara itu ia berinteraksi dengan teman sebaya yang mungkin
bertanya soal pembelajaran atau seseorang yang mungkin hanya memuji perihal
dirinya. Ya, perihal kecantikannya.
Randy…
Dia adalah laki-laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang, berpostur
tegap dan agak kurus, berambut keriting, bermata sendu, bibirnya mungil dengan
kumis tipis. Dia satu angkatan dengan Anita namun berbeda kelas. Bulu matanya
yang lentik sering kali dibincangkan orang-orang. Dia lumayan terkenal di
sekolahnya. Ia mahir sekali dalam mengayunkan bola basket. Seakan sudah menjadi
bagian dari hidupnya, ia tak bisa belagak cuek jika ada yang sedang bermian
basket di lapangan depan kelasnya. Tangannya yang meliuk-meliuk membuat para
gadis mengaguminya. Selain itu, dia juga aktif dalam berbagai kegiatan sekolah.
Salah satunya adalah kegiatan drumband.
Itulah yang membuatnya banyak disegani oleh orang-orang di sekolah itu. Tak
sedikit juga yang menaruh hati padanya. Berbeda dengan Anita, Randy adalah anak
yang mudah bergaul. Ia mempunyai banyak kenalan di sekolahnya. Ia juga kenal
dengan banyak siswa dua angkatan setelahnya. Inilah yang menjadi salah satu
problematika percintaannya.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu…
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang membuatnya tiada…
R
|
abu pagi itu
udara memang agak panas. Hari ini tepat tanggal 22 September 2010, hujan yang
biasanya turun, kali ini nampak hanya bergelayut di atas awan-awan. Sekarang
memang sedang memasuki musim penghujan di daerah tempatku tinggal. Musim dimana
para petani bersemangat pergi ke sawah dan ladang. Musim hujan adalah waktu
yang tepat untuk menanam padi dan tumbuhan lain entah itu sayur-mayur atau
palawija. Pagi ini saat sedang istirahat pertama tepat pukul 09.00, aku dan
teman-temanku berlatih memainkan seruling di dalam kelas untuk persiapan ujian
praktik sekolah yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Sebelumnya, Bu
Atik guru pembimbing mata pelajaran seni musik, meminta kami untuk membuat
kelompok yang beranggotakan 7 orang. Kami diberikan kebebasan untuk memilih
lagu nasional dan mengaransemen lagu tersebut sesuai dengan keinginan kami. Aku
memilih memainkan seruling karena aku pikir itu tidak terlalu sulit untuk aku
coba memainkannya. Lagi pula, daripada bermain pianika aku lebih tertantang
untuk memainkan seruling. Di rumah aku mempunyai piano milik ayahku yang sedari
muda telah ia rawat. Kondisinya masih apik dan masih sangat layak untuk
digunakan. Di rumah aku sering memainkannya berasama ayahku. Beliau senang
sekali mengajari anak-anaknya bermain musik, apalagi bermain piano
kesayangannya. Setelah mencoba mengaransemen lagu, semua anggota kelompokku
berkumpul dan mulai berlatih memainkan nada-nada tersebut. Pada awalnya
permainan kami memang terdengar sedikit kacau. Bak burung yang sedang ramai
riuh berkicau, nada kami memang terdengar seperti itu, bersahut-sahutan, riuh,
tanpa irama barangkali, telinga pun mungkin akan menutupkan daunnya jika dapat.
Sangat sengau sekali didengar. Namun setelah lama kami mencoba menemukan nada
yang tepat untuk kami gabungkan, nada-nada itu menjadi alunan musik yang amat
mengasikkan. Entah mengapa rasanya seperti ada yang menyentak di relung hatiku.
Kami memilih lagu nasional dengan judul “Tanah Airku”. Lagu nasional yang kami
pilih membuat jiwa muda-mudi seperti kami menjadi terenyuh mengingat bagaimana
dahulu para pahlawan nasional berjuang untuk negara ini. Bertumpah darah,
bersatu padu dalam membela tanah air.
Bel panjang tanda istirahat telah
berbunyi. Bu Atik keluar diikuti beberapa anak yang ingin pergi ke kantin,
kamar mandi, atau mungkin kelas lain, sementara aku dan beberapa temanku lebih
memilih untuk tetap di kelas memainkan alat musik yang kami bawa. Kami mulai senang memainkan
alat musik ini, masih terenyuh dengan lantunan lagu yang kami mainkan. Rasanya
terlihat sangat hebat saat kami mainkan.
Di luar terlihat segerombolan teman
sekelasku dan beberapa anak kelas lain yang sedang bermain-main. Mereka
terdengar asyik sekali. Mendengar ada yang memanggil, temanku Intan berdiri
melihat ke luar jendela. Aku melihat ada salah satu anak laki-laki yang
sepengetahuanku dia adalah anak kelas lain yang aku sendiri tidak tahu siapa
dia. Yang aku lihat, dia bertubuh tinggi, berambut keriting, berbulu mata
lentik, berkulit sawo matang, “aaah tak
begitu penting”, kataku dalam hati. Aku kembali memainkan serulingku
sendirian karena beberapa temanku telah pergi ke kantin sekolah. Hanya tinngal
aku dan Intan yang memilih untuk berada di dalam kelas. Aku merasa mulai jenuh
dengan kesendirianku. Aku pun menyusul Intan yang sedari tadi masih saja
berdiri di dekat jendela depan kelas. Ternyata dia sedang asyik mengobrol
dengan anak laki-laki itu.
Ketika SMA aku adalah anak yang sangat
pemalu. Aku sama sekali tidak berani menimbrung pembiacaraan orang lain, termasuk
pembicaraan Intan dan anak laki-laki itu. Aku hanya mendengarkan sedikit dan
sesekali belagak cuek. Entah karena apa anak laki-laki itu terus saja
memandangiku dengan penuh rasa penasaran. Aku melihat matanya selalu tertuju
padaku sedangkan bibirnya masih saja mencelotehkan sesuatu pada Intan. Mungkin
dia heran dengan siapa aku yang baru di lihatnya akhir-akhir tahun pelajaran
ini.
Ya
sebentar lagi kami semua akan menghadapi pertempuran yang akan menentukan
kemana masa depan kami akan berlanjut. Sungguh aku tak pernah menyangka begitu cepatnya perjalananku di Sekolah
Menengah Atas ini. Rasanya baru sesaat seragam putih abu-abu yang aku kenakan
aku dapatkan. Rasanya baru sebentar pula aku bertemu dengan teman-temanku,
bertemu dengan orang-orang yang baru aku temui akhir-akhir ini. Dengan anak
laki-laki itu pula yang aku sendiri belum tahu betul namanya, bahkan di berada
di kelas apa pun aku tidak tahu. Padahal sudah hampir tiga tahun aku berada di
sekolah ini. Tetapi, seolah-olah semuanya baru terlihat. Banyak sekali yang
belum aku tahu betul di sini. Atau mungkin kini kala rotasi dan revolusi bumi
telah berputar lebih cepat? Entahlah…
Bagiku ini
bukanlah saat yang tepat untuk bermain-main. Ini bukan waktu bagi anak TK yang
setiap harinya hanya diisi dengan canda-canda ketika memainkan ayunan, bermain
perosotan, ataupun anak SD yang masih suka bermain kelereng untuk mengisi waktu
luangnya. Dewasa ini aku harus lebih berusaha membagi waktuku dalam belajar dan
bermain. Sebisa mungkin aku gunakan waktuku di rumah untuk kembali mengulas
buku-buku detik-detik Ujian Nasional. Hampir aku tidak mempunyai waktu untuk
bermain-main dengan teman-temanku. Dahulu, setiap hari Sabtu kami meluangkan
waktu untuk bermain ke rumah salah satu di antara kami. Sehingga kami menjadi
akrab dengan keluarga satu sama lain di antara kami. Namun tidak untuk
sekarang, kami harus rajin belajar, kami harus meninggalkan kegiatan kami yang
tidak bermanfaat.
Sekarang
kami telah memulai beberapa program yang telah disiapkan oleh Bapak kepala
sekolah untuk menghadapi Ujian Nasional, seperti tes uji coba usai KBM,
pembahasan soal-soal ketika pagi hari, dan SCS
(Study Club in School) yang akan di laksanakan pada bulan November
mendatang. Kami sangat antusias dengan kegiatan tersebut. kegiatan ini sudah
pernah dilaksanakan di tahun ajaran
sebelumnya dan akan dilaksanakan kembali pada tahun ajaran kami dan akan terus
di laksanakan pula di tahun-tahun berikutnya. Uniknya SCS ini hanya ada di
sekolahku. Aku bangga karena kegiatan positif ini ternyata telah menjadi
perbincangan hangat di sekolah- sekolah lain. Kegiatan ini juga dimuat dalam salah
satu surat kabar di daerah tempatku besekolah. Dalam sekejap sosok seorang
Bapak Munajat selaku kapala sekolah kami menjadi sorotan publik dan masyarakat
penikmat berita. Dalam penuturan beliau saat wawancara, SCS adalah salah satu
program yang boleh juga dibilang tersukses yang pernah beliau laksanakan.
Anak-anak juga menantikan program tersebut dengan sangat antusias. Kami sangat
mendamba-dambakan program tersebut, seperti apa program itu akan dilaksanakan.
Sepertinya kegiatan ini akan sangat menumbuhkan semangat kekeluargaan di antara
kami. Karena nantinya kami akan bersama-sama dalam berbagai hal selama satu
hari penuh di sekolah. Tidur bersama, makan bersama, beribadah bersama, belajar
bersama, menghadapi uji coba kemampuan bersama, segala hal kami lakukan bersama-sama. Inilah saat yang tepat untuk
mengenal satu sama lain. Saat yang tepat untuk memberikan kesan yang terbaik
pada orang-orang sekitar. Saat yang baik untukku mengukir masa-masa terakhirku
di sekolah ini, mengukir kenangan yang indah bersama keluarga baruku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar