BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Pada awalnya manusia tidak mempunyai pengetahuan ketika baru lahir. Interaksinya dengan alam sekitar membuatnya ingin tahu sehingga mengajukan pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana? Jawaban dari pertanyaan tersebut menghasilkan pengetahuan. Tetapi kadang manusia mengalami banyak ketidakpuasan dengan pengetahuan yang ia terima. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenaknya semakin kompleks sehingga manusia terus berfikir mencari pengetahuan.
Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu social. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan bidang-bidangyang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsip antara ilmu-ilmu alam dan sosial, dimana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Islam dengan sumbernya yaitu Al-Qur’an dan as-sunah haruslah menjadi sumber asasi bagi ilmu islam dimana ditegakkan suatu teori. Posisi Al-Qur’an terhadap ilmu dan teknologi juga dapat dijelaskan dengan jalan mencari sumber ilmu dan sumber cara mengembangkan ilmu menjadi teknologi. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu memberikan benih-benih dasar yang paling esensi untuk dapat diolah manusia menjadi ilmu dan teknologi yang tak terhingga ragamnya dan tak terhingga arah (level) pencapaiannya. Selain itu Al-Qur’an akan menjamin kebenaran ilmu yang bersumber darinya, kebenaran arah pengembangannya,karena sumuanya bersumber pada sunahnya Allah dan jika ketakwaanserta keimanan dari manusia sebagai subyek yang melakukannya.
II. Rumusan Masalah
A. Apa saja yang termasuk dalam sumber-sumber pengetahuan ilmu?
B. Apa saja yang termasuk dalam sumber-sumber filsafat ilmu?
C. Apa saja yang termasuk dalam sumber-sumber agama?
III. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui sumber-sumber pengetahuan ilmu
B. Untuk mengetahui sumber-sumber filsafat ilmu
C. Untuk mengetahui sumber-sumber agama
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGETAHUAN ILMU
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Secara bahasa sience berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang diontraskan dengan intiuisi dan kepercayaan[1].
Ilmu pengetahuan yang dimaksud dengan science adalah pengetahuan ilmiah atau pengetahuan yang bersifat ilmu, Secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan itu sendiri perlu ditopang oleh ciri yang berlandaskan asas ilmiah dan kaidah ilmiah. Adapun yang dimaksud dengan asas ilmiah yakni proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati atau (observasi ilmiah).
Dalam hubungan dengan sistem tersebut, Soejono Soemargono mengemukakan ada enam jenis sistem yang lazim dipakai dalam ilmu pengetahuan, yakni:
1. Sistem tertutup
2. Sistem terbuka
3. Sistem alami
4. Sistem buatan
5. Sistem berbentuk lingkaran
6. Sistem berbentuk garis lurus
B. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
Adapun yang dimaksud dengan sumber ilmu pengetahuan adalah faktor yang melatar belakangi lahirnya ilmu pengetahuan. Darimana atau dengan cara bagaimana manusia memperoleh ilmu pengetahuan itu. Ternyata latar belakang ini tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan manusia dalam mempertahankan dan mencapai tujuan hidupnya. Adapun sumber-sumbernya adalah:[2]
1. Pikiran ( Rasionalisme)
Sudah kita sebut sebelum ini, logika mempelajari hukum “patokan” dan rumus berfikir psikologi juga membicarakan aktivitas berfikir. Karena itu kita hendaklah berhati-hati melihat persimpangan dengan logika, psikologi mempelajari pikiran dan karyanya tanpa menyinggung sama sekali urusan benar salah. Sebaiknya urusan benar dan salah menjadi masalah pokok dalam logika.
Banyak jalan pemikiran yang dipengaruhi oleh keyakinan, pola berfikir kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi, caci maki, kata pujian atau penyataan keheranan dan kekaguman.
Dalam aktivitas berfikir, terkadang orang membanding, menganalisis serta menghubungkan proporsi yang satu dengan yang lain. Dengan demikian penyelidikan masih dalam pencarian kebenaran dalam pemikiran.
Kaum rasinalis memakai faham rasinalisme. Kaum ini menggunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima (idealisme).
Fungsi pikirannya hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya, sementara pengalaman tidak memiliki prinsip. Ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat apriori. Pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistik dan subjektif. Masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif.
Adapun asas pemikiran yang sebagai mana di ketahui pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan dimengerti. Maka asas pemikiran adalah pengetahuan di mana pengetahuan muncul dan dimengerti. Asas ini dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Asas Identitas ( Prinsipium Identitatis )
Asas identitas adalah dasar dari semua pemikiran prinsip ini mengatakan bahwa sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya.
b. Asas Kontradiksi ( Prinsipium Contradictoris )
Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuannya. Jika di akui bahwa sesuatu itu bukan A maka tidak mungkin pada saat itu ia adalah A.
c. Asas Penolakan Kemungkinan Ketiga ( Principium Exclusi Tartii Qanun Imtina)
Asas ini mengatakan bahwa antara pengakuan dan pengingkaran terletak pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran merupakan pertantangan mutlak.
2. Pengalaman ( Empirisme)
Empirisme adalah sebuah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Di mana aliran ini menganggap bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan yang diperoleh dengan cara observasi atau penginderaan. Selain itu, pengalaman juga disebut sebagai faktor yang fundamental dalam pengetahuan, karena ia merupakan sumber pengetahuan yang ada di dalam diri manusia.
Empirisme itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu empiris yang berarti pengalaman indrawi. Maka dari itulah empirisme digolongkan paham yang memilih pengalaman sebagai sumber pengetahuan, baik itu pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pengalaman pribadi seseorang.
Pengetahuan manusia didapat melalui pengalaman yang kongkret. Kaum empiris menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata karena merupakan gejala yang tertangkap oleh panca indera. Gejala itu kalau ditelaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu:
a. Umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu.
b. Adanya kesamaan dan pengulangan.
Berangkat dari beberapa karakteristik di atas, maka dapatlah disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual. Masalah utamanya: bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan antara berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis.
Empirisme juga berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, sehingga pengenalan indrawi dan empiris merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Penganut empirisme mengatakan bahwa pengalaman itu tidak lain adalah akibat sesuatu objek yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian dipahami didalam otak, dan rangsangan tersebut mengakibatkan terbentuknya atau munculnya tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat indrawi tadi. Dan empirisme juga memegang peranan yang sangat penting bagi pengetahuan.
3. Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Sebagian dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan.
Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan kebenaran. Pengalaman intuitif seringnya hanya dianggap sebagai sebuah halusinasi atau bahkan sebuah ilusi belaka. Sementara itu oleh kaum beragama intuisi (hati) dipandang sebagai sumber pengetahuan yang mulia. Dari riwayat hidup matinya Sokrates, pengetahuan intuitif disebutnya sebagai “theoria” dimana cara untuk sampai pada pengetahuan itu adalah refleksi terhadap diri sendiri.
Perpaduan antara rasa, naluri, dan pengalaman yang mendalam terhadap permasalahan. Sehingga menimbulkan tingkat pemahaman yang melampaui batas-batas logika. Kemampuan intutif bagi seorang seniman dianggap penting, Terutama untuk memutuskan berbagai pekerjaan kompleks tanpa harus melampaui perhitungan dan pembuktian lapangan.
Jadi, Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datang dari dunia lain dan diluar kesadaran. Misalnya saja, seseorang tiba-tiba saja terdorong untuk membaca sebuah buku. Ternyata, di dalam buku tersebut ditemukan keterangan yang dicari-carinya selama bertahun-tahun. Atau misalnya, merasa bahwa ia harus pergi ke sebuah tempat, ternyata disana ia menemukan penemuan besar yang mengubah hidupnya. Namun tidak semua intuisi berasal dari kekuatan psikologi, tetapi sebagian intuisi bisa dijelaskan sebab musebabnya.
4. Wahyu
Wahyu, dalam arti bahasanya adalah isyarat yang cepat. Wahyu adalah kata masdhar yang memiliki pengertian dasar tersembunyi dan cepat, terkadang juga wahyu digunakan dalam kata isim maf’ul, diwahyukan. Wahyu adalah sumber pengetahuan yang bersandar pada otoritas Tuhan sebagai sang Maha Ilmu. Wahyu Allah dikodifikasikan dalam tiga buah kitab suci yaitu: Taurat, Injil, Alquran.
Sumber pengetahuan yang disebut “wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis. Ia merupakan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikan nabi dan rasul. Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah penegetahuan. Baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang di utusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat trasendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akherat nanti. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.
Kepercayaan adalah titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dahulu utuk dapat diterima, pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataaan yang terkandung di dalamnya bersifat konsisten atau tidak. Dipihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atau tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain seperti ilmu perumpamaannya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap pada pendiria semula.
5. Orang yang Memiliki Otoritas
Titus et.al (1984) mengawali penjelasan mengenai hal ini dengan ilustrasi pertanyaan, bagaimana kita mengatahui bahwa Socrates dan Julius Caesar pernah hidup di dunia? Apakah mereka itu orang-orang khayalan seperti nama-nama lain yang kita baca dalam mitologia dan novel-novel moderen? Jawabannya adalah kita punya pengetahuan tentang Socrates dan Julius Caesar sebagai orang-orang yang pernah ada dan hidup di dunia, yakni dari “kesaksian” orang-orang yang pernah ada serta hidup sezaman dan setempat dengan mereka, serta juga ahli-ahli sejarah. Artinya ada orang yang ditempatkan sebagi yang memiliki “otoritas” sebagai sumber pengetahuan mengenai hal yang ingin diketahui, yaitu mereka yang punya kesaksian dari pengalaman dan pengetahuan yang berkenaan dengan itu.
Pada zaman moderen ini, orang yang ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan pengakuan melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi resmi mengenai kesaksian otoritas tersebut, seperti buku-buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya. Namun, penempatan otoritas sebagai sumber pengetahuan tidaklah dilakukan dengan penyandaran pendapat sepenuhnya, dalam arti tidak dilakukan secara kritis untuk tetap bisa menilai kebenaran dan kesalahannya.
II. FILSAFAT ILMU
Berikut adalah aliran-aliran dalam filsafat ilmu:
Aliran-aliran dalam persoalan keberadaan menimbulkan tiga segi pandangan yaitu :
1. Pandangan dari segi jumlah, banyak (kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Segi masalah kuantitas ini melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai jawabannya.
a. Monoisme
Monoisme adalah aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya. Tokoh-tokohnya antara lain : Thales (625 – 545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu substansi, yaitu air. Anaximander (610 – 547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah Apeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tak dapat ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia. Anaximenes (585 – 528) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adalah udara. Filsuf modern yang termasuk penganut monoisme adalah Baruch spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. dalam hal ini Tuhan diidentikkan dengan alam (Naturans naturata).
b. Dualisme (serba dua)
Dualisme adalah aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428 – 348 SM) yang membedakan dua dunia yaitu dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dunia intelek (dunia ide). Descartes (1596 – 1650) membedakan substansi pikiran dan substansi keluasan. Leibniz (1724 – 1804) yang membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Immanuel Kant (1724 – 1804) yang membedakan antara dunia gejala (penomena) dan dunia hakiki (noumena).
c. Pluralisme (serba banyak)
Pluralisme adalah aliran yang tidak mengakui satu substansi atau dua substansi melainkan mengakui banyak substansi. Penganut aliran ini adalah Empledokles (490 – 430 SM) yang menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari empat unsur yaitu: udara, api, air, dan tanah. Anaxagoras (500 – 428) menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang tak terhitung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya itu dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Nous adalah zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur. Leibniz (1646 – 1716) menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari monade-monade yang tak terhingga banyaknya. Monade adalah substansi yang tidak berluas, selalu bergerak, tidak terbagi, dan tidak dapat rusak. Setiap monade saling berhubungan dalam suatu sistem yang sebelumnya telah diselaraskan Harmonia prestabilia.
2. Pandangan dari segi sifat (kualitas)
a. Spiritualisme atau Idealisme
Spiritualisme mengandung beberapa arti yakni, ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh (Pneuma, Nous, Reason, Logos) yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam; spiritualisme juga kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistik yang menyatakan adanya roh mutlak; spiritualisme dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama; spiritualisme berarti kepercayaan bahwa roh-roh orang mati berkomunikasi dengan orang hidup melalui orang-orang tertentu yang menjadi perantara dan dan lewat bentuk wujud yang lain. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Plato (430 – 348 SM) dengan ajarannya tentang idea atau cita dan jiwa yang merupakan gambaran asli segala benda. Semua yang ada di dalam dunia hanyalah merupakan penjelmaan atau bayangan saja. Idea atau cita tidak dapat ditangkap oleh indera, tetapi dapat dipikirkan. Sedangkan yang dapat ditangkap oleh indera manusia hanyalah bayang-bayang. Leibniz (1646 - 1718) dengan teorinya tentang monade. Monade adalah sesuatu yang bersahaja, sederhana, tidak menempati ruang, tidak berbentuk. Sifatnya yang terutama adalah gerak, menganggap, dan berpikir. Setiap monade bersifat otonom mutlak.
b. Materialisme
Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesederhanaan adalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk, dan menempati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang, tidak lain adalah ungkapan proses kebendaan. Tokoh-tokohnya antara lain, Demokritus (460 – 370 SM) menyatakan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki bentuk dan badan. Atom-atom ini memiliki sifat yang sama, perbedaannya hanya tentang besar, bentuk dan letaknya. Jiwa menurut Demokritus dikatakan terjadi dari atom-atom yang bentuknya lebih kecil, bulat, dan mudah bergerak. Tokoh yang lain adalah Thomas Hobbes (1588 – 1679). Ia berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia termasuk pikiran dan perasaan merupakan gerak dari materi. Karena segala sesuatu terjadi dari benda-benda kecil, maka menurut Hobbes, filsafat sama dengan ilmu yang mempelajari benda-benda.
3. Pandangan dari segi proses, kejadian atau perubahan
a. Mekanisme
Pandangan Mekanisme (serba mesin) menyatakan bahwa semua gejala (peristiwa) dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya dan peristiwa berdasar pada sebab kerja (efficient cause) yang dilawankan dengan sebab tujuan (final cause). Pandangan yang bercorak mekanistik pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasar pada atom-atom yang bergerak dalam ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei (1564 – 1641) dan filsuf lainnya pada abad 17 sebagai filsafat mekanik. Descartes menanggapa bahwa hakekat materi adalah keluasan (extension), dan semua gejala fisik dapat diterangkan dengan kaidah-kaidah mekanik. sedangkan bagi Immanuel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab akibat (causality) sebagai suatu kaidah alam.
b. Teleologi (serba tujuan)
Aliran teologi berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan. Plato membedakan antara idea dengan materi. Tujuan berlaku di alam idea sedangkan kaidah sebab akibat berlaku dalam materi. Menurut Aristoteles, untuk memahami kenyataan yang sesungguhnya, kita harus memahami adanya empat macam sebab, yaitu sebab bahan (material cause) yaitu bahan yang menjadikan sesuatu itu ada, sebab bentuk (formal cause) adalah yang menjadikan sesuatu itu berbentuk, sebab kerja (afficient cause) adalah yang menyebabkan bentuk itu bekerja atas bahan, dan sebab tujuan (final cause ) adalah yang menyebabkan tujuan itu semata-mata karena perubahan tempat atau gerak. Menurut aliran ini, kegiatan alam mengandung suatu tujuan dan kaidah sebab akibat hanyalah alat bagi alam untuk mencapai tujuannya.
c. Vitalisme
Aliran vitalisme memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika-kimiawi, karena hakekatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme Hans Adolf Eduard Driesch (1867 – 1940) menjelaskan bahwa setiap organisme memiliki entelechy atau asas hidup yang oleh Henry Bergson (1859 – 1941) disebut sebagai elan vital. Elan vital merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam alam yang mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Oleh sebab itu vitalisme sering disebut juga dengan finalisme.
d. Organisisme (berlawanan dengan Vitalisme)
Menurut aliran organisme, hidup adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya sitem yang teratur.
B. Aliran-aliran dalam Persoalan Pengetahuan
1. Persoalan pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan, dijawab oleh aliran berikut:
a. Rasionalisme
Aliran ini berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber dari akal. Akal memperoleh bahan lewat indera dan diolah menjadi pengetahuan. Rane Descartes membedakan tiga idea yang ada dalam diri manusia, yaitu innate ideas, yaitu ide yang dibawa manusia sejak lahir, adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri manusia, factitious ideas adalah ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri. Tokoh-tokoh lain yang menganut aliran ini adalah Spinoza dan Leibniz.
b. Empirisme
Aliran empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indera melalui kesan-kesan dari alam nyata, berkumpul dalam diri manusia dan menjadi pengalaman. Aliran pendukung empirisme adalah Posivisme Perancis, Posivisme logis dari lingkaran Wina, Analisa filsafati Inggris, dan berbagai aliran psikologi behavioristik.
c. Realisme
Realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya dan tidak bergantung pada yang mengetahui, atau pun pikiran. Dunia ada sebelum dan sesudah pikiran.
d. Kritisisme
Kritisisme adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan dengan tokohnya Imanuel Kant yang pemikirannya bertolak pada ruang dan waktu sebagai dua bentuk pengamatan. Akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (indera dan pengalaman) dan mengaturnya dalam bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pegetahuan, sedangkan pengolahan oleh akal merupakan pembentuknya.
2. Persoalan pengetahuan yang menekankan kepada hakekat pengetahuan, dijawab oleh aliran berikut.
a. Idealisme
Tokoh dalam paham ini adalah Plato. Ia berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau pun proses-proses psikologi yang sifatnya subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang kenyataan dan tidak memberikan gambaran yang tepat tentang hakekat sesuatu yang berada di luar pikiran.
b. Empirisme
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakekat pengetahuan adalah berupa pengalaman. Tokohnya adalah David Hume yang menyatakan bahwa idea-idea dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi (rangsang indera) dan pengalaman merupakan ukuran terakhir dari kenyataan, dan William James menyatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah hubungan di antara benda-benda, sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung melalui indera.
c. Positivisme
Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivisme adalah Aguste Compte. Aliran positivisme berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apa pun yan di luar dunia pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada dunia ini. Bebrapa tokoh diantaranya mengatakan bahwa pernyataan yang mengandung arti adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara empiris. Pengalaman yang tidak berdasar dan tidak dapat diverifikasi dianggap tidak bermakna atau bukan merupakan pengetahuan.
d. Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan apa hakekat pengetahuan melainkan menanyakan apa guna pengetahuan tersebut. William James menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal itu ditentukan oleh akibat praktisnya. Menurut John Dewey, kegunaan atau kemanfaatan untuk umum hendaknya menjadi ukuran, sedangkan daya untuk mengetahui dan daya untuk berpikir merupakan sarana.
C. Aliran-aliran dalam Persoalan Nilai-nilai (Etika)
1. Idealisme Etis
Idealisme etis adalah aliran yang meyakini hal-hal yang berikut ini.
a. Adanya suatu skala nilai-nilai asas-asas moral, atau aturan-aturan untuk bertindak
b. Lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat spiritual atau pun mental dari pada yang bersifat indrawi atau kebendaan
c. Lebih mengutamakan kebebasan moral dari pada ketentuan kejiwaan atau alami
d. Lebih mengutamakan hal yang umum dari pada hal yang khusus
2. Deontologisme Etis
Deontologisme etis berpendirian bahwa sesuatu tindakan dianggapa baik tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan sesuatu hal. Yang menjadi dasar moralitas adalah kewajiban. Sesuatu perbuatan dikatakan wajib secara moral tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya. Deontologisme etis dilawankan dengan etika aksiologis (etika yang mendasarkan pada teori nilai). Deontologisme juga disebut formalisme dan juga intuisionisme.
3. Etika Teleologis
Etika teologis merupakan etika aksiologis (etika berdasar nilai) yang membuat ketentuan bahwa kebaikan atau kebenaran suatu tindakan sepenuhnya bergantung pada sesuatu tujuan atau hasil.
4. Hedonisme
Hedonisme menganjurkan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang didasarkan pada kenikmatan, kesenangan (pleasure). Pengajur dalam aliran ini yaitu Cyrenaics (400 SM), yang menyatakan bahwa hidup yang baik adalah memperbanyak kenikmatan melalui kenikmatan indera dan intelek. Sebaliknya Epikurus (341 – 270 SM) menyatakan bahwa kesenangan dan kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia. Epikurus tidak menganjurkan manusia untuk mengejar semua kenikmatan yang sesuai dengan inteligensi dan tengah-tengah. Kegembiraan pikiran adalah lebih tinggi dari pada kenikmatan jasmani.
5. Utilitarisme
Utilitarisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kenikmatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia yang sebanyak-banyaknya.
- AGAMA
Islam hadir dengan membawa rahmat bagi alam semesta. Jika pernyataan ini dipandang sebagai doktrin tidak akan menimbulkan keberatan, karena Allah SWT sendiri telah menyatakannya dalam surat Al-Anbiya’ ayat 107. Akan tetapi, jika proporsi tersebut didudukkan sebagai ungkapan faktual di masyarakat, maka banyak pertanyaan dan masalah yang harus dijernihkan. Dalam sejarah, keberhasilan islam untuk membangun dunia, dan sekaligus meratakan rahmah dan kesejahteraan manusia masih dapat diakui.[4]
Islam sebagai agama samawi. Agama yang diturunkan kepada nabi terakhir yang baik, benar dan sempurna mempunyai sumber ajaran pokok. Sumber pokok asli ajaran islam adalah Al quran dan hadist. Dari keduanya timbul sumber yang ketiga dan keempat, yaitu ijma’ dan qiyas.
A. AL QURAN
1. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis, Al Qur’an berasal dari kata “qara’a”, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al jam’u) dan menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur. Dikatakan Al Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan. Allah berfirman :
“ Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya”. (al Qiyamah :17-18).
Secara terminologi al Qur’an menurut beberapa ulama adalah:
a. Ulama Ushul fiqh
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf , dimulai dari surat al fatihah dan ditutup dengan surat an Nas.
b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan al Qur’an sebagai firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (jibril) kepada Nabi Muhammad saw.
c. Syaikh Muhammad Abduh mendefinisikan al Quran sebagai kalam mulia yang diturunkan oleh allah kepada Nabi yang paling sempurna (Muhammad) ajarannya mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan.
2. Tujuan Pokok Al-Quran[5]
a. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
b. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
c. Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.
3. Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQur’an
a. Akidah
Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan. Akidah islam adalah keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh setiap muslim. Akidah tau kepercayaan yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus mewujudkan dalam amal perbuatan dan tingkah laku sebagai seorang yang beriman.
b. Ibadah dan Muamalah
Kandungan penting dalam Al-Qur’an adalah ibadah dan muamallah. Menurut Al-Qur’an tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Seperti yang dijelaskan dalam (Q.S Az,zariyat 51:56)
Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial. Manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat komunikasi. Komonikasi dengan Allah atau hablum minallah, seperti shalat, membayar zakat dan lainnya. Hubungan manusia dengan manusia atau hablum minanas, seperti silahturahmi, jual beli, transaksi dagang, dan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan seperti itu disebut kegiatan Muamallah, tata cara bermuamallah di jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 82.
c. Hukum
Secara garis besar Al-Qur’an mengatur beberapa ketentuan tentang hukum seperti hukum perkawinan, hukum waris, hukum perjanjian, hukum pidana, hukum musyawarah, hukum perang, hukum antar bangsa.
d. Akhlak
Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral. Akhlak, di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia, juga menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Nabi Muhammad saw berhasil menjalankan tugasnya menyampaikan risalah islamiyah, antara lain di sebabkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap ajhlak. Ketinggian akhlak Beliau itu dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4.
e. Kisah-kisah umat terdahulu
Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur’an.Al-Qur’an menaruh perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya. Bahkan, di dalamnya terdapat satu surat yang di namaksn al-Qasas. Bukti lain adalah hampir semua surat dalam Al-Qur’an memuat tentang kisah. Kisah para nabi dan umat terdahulu yang diterangkan dalam Al-Qur’an antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan ayat 37-39.
f. Isyarat pengemban ilmu pengetahuan dan teknologi
Al-Qur’an banyak mengimbau manusia untuk mengali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti dalam surat ar-rad ayat 19 dan al zumar ayat 9. Selain kedua surat tersebut masih banyak lagi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam kedokteran, farmasi, pertanian, dan astronomi yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan umat manusia.
B. AL-SUNNAH
1. PENGERTIAN SUNNAH
Sunnah atau hadist asal katanya adalah perkataan, sesuatu yang dikatakan atau yang baru, dalam istilah Al-sunnah adalah hal-hal yang datang dari rasulullah, baik berupa ucapan, perbuatan maupun taqrir (persetujuan ) adapun sunnah dari perkataan nabi (sunnah qauliyah ) adalah sunnah–sunnah rasul yang berupa ucapan didalam berbagai tujuan dan permasalahan.
Sunnah perbuatan (fi’liyah ) yaitu perbuatan rasulullah SAW. Seperti melakukan salat wajib lengkap dengan tata caranya, dan cara pelaksanaan ibadah haji. Sedangkan sunnah persetujuan (taqririyah ) adalah perbuatan para sahabat nabi yang di setujui oleh beliau, baik perbuatan sahabat itu atau ucapannya. Persetujuan beliau itu tidak mesti dengan pernyataan secara lisan tetapi dengan cara membiarkannya saja sudah dianggap sebagai pesetujuan atau dapat pula dikatakan beliau tidak melarang dan tidak pula menganjurkan. Seperti salat sunnah sebelum maghrib.
2. KEKUATAN SUNNAH SEBAGAI HUJJAH
Bukti kekuatan sunnah sebagai hujjah dan bukti bahwa hukum yang terkandung dalam assunah adalah undang- undang yang harus ditaati dan diikuti adalah sebagai berikut;
a. Nas –nas yang ada dalam al-quran , karena Allah sering memerintahkan untuk taat kepada rasulnya, dan Allah memerintahkan mengembalikan perselisihan yang terjadi diantara umat islam kepada rasulnya.
b. Kesepakatan para sahabat ra. Baik semasa hidup maupun sepeninggal rasulullah. Akan kewajiban mentaati perintah rasul, para sahabat itu semenjak nabi hidup sudah mengikuti perintah nabi dan meninggalkan larangannya.
c. Allah SWT telah menetapkan dalam al-qur’an berbagai kewajiban yang masih bersifat global, hukum dan petunjuk pelaksanaannya tidak terperinci, seperti masalah tentang salat, haji, kemudian rasul menjelaskannya (tentang keglobalan ayat tersebut ) dengan ucapan dan perbuatan beliau.
3. PETUNJUK HUKUM SUNNAH
Dalam segi petunjuk hukum sunnah bisa dilihat dari segi perowinya dulu dan dalam hal perowi ini as-sunnah di bagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Sunnah mutawattirah
Sunnah mutawattirah adalah sunnah yang diriwayatkan oleh sekelompok orang (rawi ) yang biasanya seorang rawi itu tidak mungkin mengadakan kesepakatan untuk melakukan kebohongan, karena jumlah mereka yang banyak, jujur dan berbeda tempat tinggalnya. Sunnah mutawattirah ini periwayatannya dari kekompok oleh kelompok lainnya.
b. Sunnah masyhurah
Sunnah masyhurah yaitu sunnah yang diriwayatkan dari rasulullah oleh seorang, dua orang, atau sekelompok sahabat yang tidak mencapai derajat atau tingkatan mutawatir. Sunnah masyhurah ini bisa saja diriwayatkan oleh kelompok dari seorang atau dua orang.
c. Sunnah ahad
Sunnah ahad adalah sunnah yang mempunyai satu atau dua sanad yang berlainan. Mengenai periwayatan bisa satu atau dua orang (rawi ) oleh kelompok lain, yang tingkatannya tidak sama seperti sunnah yang masyhurah.
C. IJMA’
1. PENGERTIAN IJMA’
Ijma’ arti asalnya adalah bersatu, berkumpul, berkerumun sedangkan Ijma’ menurut ulama’ usul fiqih adalah kesepakatan semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah wafatnya rasulullah SAW atas hukum syarak mengenai suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dalam al-qur’an dan hadist. Apabila ada persoalan yang sudah tidak ditemukan dalam al- qur’andan hadis maka kita bisa menggunakan ijma’ sebagai sumber hukum atau alternatif yang ketiga.
2. KEKUATAN IJMA’ SEBAGAI HUJJAH
Kalau semua mujtahid telah sepakat menetapkan suatu hukum maka hal itu juga bisa dijadikan hujjah mengenai dalil kehujjahan ijma’ kita bisa lihat dalam surat annisa’ ayat 59.
Lafad ulil amri pada ayat tersebut bersifat umum. Ulil amri dalam urusan dunia adalah pemimpin (raja), sedangkan ulil amri dalam masalah agama adalah para mujtahid dan ahli fatwa, beberapa ahli tafsir, terutama ibnu abbas menafsirkan bahwa yang dimaksud ulil amri adalah ulama’-ulama’ tafsir lainnya mengatakan umara’ atau penguasa. Bila diperhatikan secara cermat maka bisa kita fahami bahwa kedua pengertian itu adalah tepat menurut tempatnya karna kedudukan ulama’ dan umara’ tidak semua orang bisa memilikinya.
3. MACAM- MACAM IJMA’
a. Ijma’ sharih
Yaitu para mujtahid pada suatu masa sepakat atas suatu hukum terhadap suatu kejadian dengan menyampaikan pendapat masing- masing yamg diperkuat dengan fatwa atau keputusan, yaitu masing–masing mujtahid mengungkapkan pendapatnya dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang mencerminkan pendapatnya.
b. Ijma’ sukuti
Sebagian mujtahid pada suatu masa mengemukakan pendapatnya secara jelas terhadap suatu peristiwa dengan fatwa atau keputusan hukum, sedang sebagian yang yang lain diam artinya tidak memberikan komentar setuju atau tidak terhadap pendapat yang telah dikemukakan.
D. QIYAS
1. PENGERTIAN QIYAS
Qiyas menurut bahasa adalah ukuran, perbandingan sedangkan qiyas menurut istilah adalah memepersamakan hukum suatu perkara yang belum ada kedudukan hukumnya dengan perkara yang sudah ada hukumnya karna adanya illat (persamaan antara parkara yang ada hukumnya dan yang belum ada hukumnya).
Akan tetapi mengenai Qiyas, maka tidak disyaratkan kebulatan para ulama’ karena setiap orang bisa mengadakan qiyas berdasarkan pandangannya sendiri pada setiap peristiwa yang terjadi yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam al-qur’an hadis dan ijma’. Dengan demikian maka qiyas merupakan sumber hukum islam yang paling subur dalam menetapkan suatu hukum peristiwa–peristiwa cabang. Dari itu kita bisa menggunakan qiyas sebagai sumber hukum yang keempat.
2. KEKUATAN QIYAS SEBAGAI HUJJAH
Alasan ulama’ memakai ayat ini sebagai sebagai kekuatan qiyas bisa dijadikan hujjah hukum karena Allah SWT telah memerintahkan kita untuk mengembalikan permasalahan yang diperselisihkan dan yang dipertentangkan kepada Allah dan rasulnya, jika tidak menemukan hukum yang ditetapkan dari permasalahan tersebut dalam al-qur’an dan assunnah dan ulil amri.
3. UNSUR-UNSUR QIYAS
a. Al ashlu, kejadian yang hukumnya disebut dalam nas yang disebut juga al maqisy alaih, almahmuul alaih, dan almusyabbah bih (yang digunakan sebagai ukuran, perbandingan atau yang digunakan sebagai perbandingan atau yang dipakai untuk menyamakan.
b. Al far’u kejadian yang hukumnya tidak disebut dalam nas maksudnya untuk disamakan dengan al ashlu dalam hukumnya.
c. Alhukmul ashliy hukum syara’ yang dibawa oleh nas dalam masalah asal. Tujuannya adalah menjadi hukum dasar bagi nasalah baru.
d. Al-illah alasan yang dijadikan dasar bagi hukum asal, yang berdasarkan adanya illat itu pada masalah baru maka masalah baru itu disamakan dalam masalah asal pada hukumnya.
[2] Khairunnas Hombay, “Sumber-sumber pengetahuan filsafat ilmu”, diakses dari http://khairunnascs.blogspot.com/2014/12/sumber-sumber-pengetahuan-filsafat-ilmu.html?m=1 pada 29 oktober 2016 pukul 14.30.
[3] Maria Sofia Jaflean, “Aliran-aliran Filsafat”, diakses dari http://msjaflean.blogspot.com/2012/12/aliran-filsafat.html?m=1 pada 2 Oktober 2016 pukul 20.31.
[4] Prof. R. H. Muslim A. Kadir, M.A, Islam Terapan Menggagas Paradigma Amali dalam Islam cetakan 1, pustaka Timur, Yogyakarta, 2003, hlm. 3
[5] Pojok Al-Badai, “sumber agama islam”, diakses dari http://rumahbuku.weebly.com/bangku-i/sumber-sumber-agama-islam pada 2 Oktober 2016 pukul 19.59
Terima kasih sangat membantu dalam memahami filsafat, semanagat kawan, terus berkarya sukses selalu
BalasHapus