Pandangan Pertama
Pagi itu saat sedang istirahat pertama, aku dan teman-temanku berlatih bermain seruling di dalam kelas untuk persiapan ujian praktik sekolah. Di luar terlihat segerombolan anak 9E yang bermain-main. Mendengar ada yang memanggil, Dyas keluar melihat ke jendela. Karena terlalu lama Dyas meninggalkanku, akupun meyusulnya dan berdiri di sampingnya. Ternyata dia sedang berbincang-bincang dengan salah satu anak 9E itu. Aku gadis yang pemalu tidak berani menimbrung pembicaraan mereka, hanya mendengarkan namun sesekali belagak cuek. Entah karena apa anak 9E yang bernama Putra itu terus memandangiku dengan penuh rasa penasaran, mungkin dia heran karena baru melihatku di akhir tahun pelajaran ini.
Ya, sebentar lagi kami akan menghadapi pertempuran yang akan menentukan dimana masa depan kami akan berlanjut. Sungguh aku tak menyangka begitu cepatnya kami berada di Sekolah Menengah Pertama ini. Sekarangpun kami sudah memulai beberapa program perencanaan dari Kepala Sekolah untuk menghadapi Ujian Nasional, seperti tes uji coba sepulang sekolah dan SCS (Study Club in School) yang akan dilaksanakan sekitar bulan November nanti. Kami begitu antusias mengenai kegiatan ini, karena kegiatan ini baru diadakan tahun ini dan akan terus berlanjut di tahun-tahun yang akan datang.
Dia Memandangiku Lagi
Sabtu pagi ini tidak ada KBM di sekolahku. Aku bersama teman-temanku ngobrol di depan kelas sambil melihat Arga dan teman-temannya bermain gitar. Tidak lama kemudian disusul Putra yang saat itu baru keluar dari kelasnya. Dia berdiri dengan tangan yang masuk ke saku celana, terlihat sangat tampan dengan bulu mata lentiknya yang tak lain mengarah padaku lagi. Aku membalas tatapannya namun hanya sekejap memandang. Aku berbisik pada teman disebelahku Ela. Sejak saat itu aku mulai penasaran dengannya. Ingin sekali aku mengenal sosoknya. Kala itu aku belum tahu siapa namanya. Saat ada yang memanggilnya aku diam mendengarkan. Yaa ternyata dia bernama Putra.
Siang itu saat aku dan teman-temanku sedang berbincang-bincang di kelas 8A, tiba-tiba Ratih siswi 8B masuk dan bertanya pada kami.
“Siapa diantara kalian yang ditaksir sama Putra?”
Aku berpikir apa maksud dari pertanyaannya saat itu. Aku melamun dan kembali tersadar oleh celotehan teman-temanku.
Sesudah tes siang sambil menunggu hasil tes, aku dan teman-temanku main di kelas 9B, di sana rame banget. Kita ngumpul, becanda bareng, sampai akhirnya Naya ngajak aku jajan di kantin sekolah. Baru aja mau keluar pintu dia ngliat Putra sedang bercanda sama teman-temannya di 9B juga. Di kejar deh si Putra minta di traktir jajan sama Naya sampe di kelas 9E, tapi Putra nggak mau, mugkin karna konyol dia bilang “Ini lho minta wakilku!” dengan tangan yang tak lain mengarah ke mukaku. Sontak aku kaget dan langsung kembali ke kelas 9B.
Beberapa saat kemudian terdengar suara yang bersumber dari kurikulum memberitahukan siapa saja yang yang tidak boleh pulang terlebih dahulu karna harus mengerjakan remidi. Semua siswa diam mendengarkan, dan “Horeeee!!” teriakku lantang bersama teman-temanku. Sore itu aku langsung pulang karena sudah lelah. Aku naik angkot bersama Naya, kami terus saja mengobrol sampai akhirnya “Duluan ya..” sapa Naya sambil memegang lenganku. Aku tetap duduk karna memang rumahku lebih jauh dari Naya. Aku melamun, bayang-bayang Putra kembali bermain-main di ujung mataku. Senyumku mengambang dan sejenak terpejam. “Ya Tuhan, mengapa dia meyita pikiranku?” tanyaku dalam hati. Kurasakan detak jantugku begitu cepat.
Bau kenalpot masih menempel di badanku, aku melangkah tertatih menghindari tanah-tanah becek sekitar perkampungan ini, sementara bunyi lengaupun ikut memeriahkan suasana sore itu, namun aku sama sekali tak merasa jijik. Aku membelok pada sebuah gang kecil ke sebuah rumah yang sederhana. Aku melihat wanita separuh baya yang menyapaku, dia adalah ibuku. Aku menatapnya sejenak, ada keharuan yang menyentak relung hatiku. Aku melangkahkan kakiku ke kamar, menaruh tasku kemudian makan.
Suasana depan rumahku yang hening dengan angin yang sepoi-sepoi membuatku enggan beranjak sore itu. Aku meraih handphone di saku celana jeansku, kemudian mengirim sms kepada Mery temanku. Aku meminta nomor Putra kala itu. “Ah dapat..” bisikku lirih. Tanpa basa basi aku sms Putra namun tak berani mengaku, hehe..
Menyebalkan..
Hari ini pengumuman bahwa besok akan ada kegiatan SCS di sekolah. Aku dan Putra janjian untuk memakai baju warna biru, warna favorit kami. Berangkat pagi – KBM – istirahat. Waktu keluar kelas langsung deh klepek-klepek begitu liat Putra lagi main basket, sumpah deh keren bangeeet *.* . aku cerita sama Mery tapi waktu ketemu Putra dia palah bilang “Putra, kata Cika kamu keren..”. langsung deh Putra ngliatin aku, ampuuuun secepat mungkin aku berlari menghindari mereka berdua dengan wajah merah merona menahan rasa malu. Paginya kami melakukan tes di sekolah, setelah itu kami bergerombol membahas soal yang kami kerjakan tadi. Nggak lama kemudian Bu Eny dan yang lain menempelkan hasil tes di kelas masing-masing. Semua siswa masuk ke kelas melihat hasil. Setelah cukup puas melihat hasil tesku, aku dan ela pergi ke kelas 9E. Di sana ada Putra dan salah satu temannya Agung. Saat aku melihat hasil tes yang ditempel di kelas itu tiba-tiba Agung memegang tanganku, dia mengira aku akan melihat nilainya. Yaa kebetulan saat itu Agung juga sedang berusaha mendekatiku. Putra langsung berdiri di samping Agung kala itu. Dengan agak jengkel aku berusaha melepaskan tanganku darinya, karena aku berontak dia menyodorkan mukanya seakan-akan ingin menciumku, sontak aku berpaling. Seketika Putra yang berada persis di sebelah Agung langsung keluar dengan muka geram tanpa sepatah katapun. Agung melepaskan tanganku dan akupun langsung keluar menyusul Putra, namun aku sudah tidak melihatnya. Sejak saat itu Putra tidak pernah menghubungiku lagi, menyapapun dia enggan ketika bertemu.
Memegang Tanganku
Pagi ini aku berangkat sekolah lebih awal karena pagi ini aku baru teringat kalau aku belum mengerjakan PR matematikaku. Sampai di dalam kelas aku langsung mengeluarkan buku dan alat tulis dan mulai mengerjakan. Sepuluh soal berhasil aku kerjakan, aku menelitinya lagi dan mencocokkannya dengan teman sebangkuku yang kebetulan sudah berangkat pagi itu.
Siang itu tak seperti biasanya, sepulang sekolah Putra memintaku mampir ke kelasnya terlebih dahulu. Aku masih ingat saat itu dia memakai jaket berwarna abu-abu sedang sendirian di dalam kelas. Saat aku masuk dia memandangku, kemudian menggenggam erat tanganku dan berkata..
“Nanti sms aku ya..”
Aku menatapnya dengan penuh perhatian. Hatiku bungah seketika. Ini adalah pertama kali dia memegang tanganku. Semua ini terasa sangat indah (´ʃ♥ƪ`)
8 Desember 2010..
Semakin hari hubungna kami semakin dekat, sampai teman-temanku menyarankan kita untuk jadian. Tapi, sebelumnya aku sama Putra udah sepakat jadian sehabis ujian, tujuannya sih biar kita lebih konsen belajar.
Entah kenapa siang itu sepulang sekolah sekitar pukul 2.00 Putra sms aku. Aku buka dan kata-kata itu….. ternyata dia nembak aku. Dengan sedikit bingung aku berbikir, beribu keraguan muncul di hatiku antara percaya dan tidak menghadapi kenyataan ini. Kesempatan tidak datang dua kali, pikirku. Tepat di tanggal ini kita jadian (˘́⌣˘̀ʃƪ)
Jauh dari Teman..
Sejak aku jadian sama Putra semua teman-teman dekatku mulai menjauhiku. Aku tidak tahu apa yang menjadi alasan mereka, yang jelas mungkin karena Naya juga menyukai Putra. Sebenarnya ini sangat menyakitkan, dijauhi teman karena alas an yang tidak begitu jelas. Berkat support dari sang pacar aku melewatinya dengan sedikit tenang. Berkat doa yang selalu aku panjatkan pada Tuhan tidak lama kemudian meraka mulai mengakrabiku lagi.
Peluk Terhangat..
Hari itu seperti biasanya Putra main ke rumahku. Dengan muka yang aku sendiri tidak memahaminya, itu mebuatku takut akan terjadi sesuatu yang sama sekai tidak aku inginkan. Aku menepis ketakutanku dan mulai mengajaknya bercanda, namun tetap saja tidak bisa.
Kami duduk diam sejenak di ruang tamu tanpa sepatah katapun.tak berapa lama kemudian dia mulai berbicara. Aku mendengarkannya dengan penuh rasa takut. Kali ini dia benar-benar serius, banyak yang ia bicarakan kala itu dan membuatku tertunduk terisak. Ini membuatku lemah tak berdaya. Bak kaca di hempas ke batu, air mata ini menetes membasahi pelupuk mataku. Dia memelukku mencoba menghiburku, aku membalas pelukannya dengan erat berharap dia tahu bahwa aku sangat tidak ingin kehilangan dirinya.
Beberapa hari setelah kejadian itu dia mulai berbeda , semakin hari semakin jauh. Aku semakin tidak tahu tentang dirinya kini, dia berbeda, tidak ada lagi perhatian dalam hari-hariku. Dua Puluh Delapan Agustus ini hari paling memilukan bagiku, aku belum pernah merasakn ini sebelumnya, ini terjadi dan aku alami hanya bersamanya. Aku percaya Tuhan mengujiku karena ada satu hal dan aku yakin semua akn menjadi indah pada waktunya. Kehilangan bukan berarti aku akan menjadi lemah, kehilangan akan menjadikanku lebih tegar dan dewasa.
Ini Tanggal Berapa Cika..?
Aku melihat kalender kecil diatas meja kamarku,aku sadar ini sudah 2 tahun lebih dari pertemuan itu. Hari ini aku kembali mengingat dirinya. Mengapa ini selalu terjadi padaku Ya Tuhan? Aku lelah dengan semua harapan kosong ini (˘̩̩̩.˘̩ƪ)
Kini semuanya telah berubah, bukan hanya waktu dan suasana saja, namun sepertinya jika kami bertemupun tidak akan ada senyum sapa. Aku hanya berharap dia mengingat saat yang indah dahulu, saat dimana kita bercanda bersama, tertawa bersama, saling menghibur, bukan seperti ini yang salung membenci dan saling tidak mengenal.
Sebenarnya aku harus bagaimana agar kamu bisa mengerti disini aku tulus member hati. Di mana mata kamu untuk melihat jauh di belakangmu aku masih berdiri tegap. Aku masih membawa seonggok kisah-kisah terindah kita. Aku masih membawa sebengkal jeritan ini, semua karna kau yang terindah ♥
![]() |
Putra </3 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar